Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Hosting Unlimited Indonesia

Iklan

Hosting Unlimited Indonesia

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kesewenangan Management Grab Telah Menghina Budaya dan Pendidikan Demokratis Warga Yogyakarta

Senin, 05 Mei 2025 | Mei 05, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-05T09:11:34Z


YOGYAKARTA – mediajatengindonesia.com
Kota yang dikenal dengan keramahan dan kearifan lokalnya kini dihadapkan pada sebuah penghinaan yang mencederai prinsip budaya dan keadaban. Puluhan pengemudi Grab Yogyakarta berkumpul di kantor Grab Driver Center (GDC) untuk menuntut kejelasan atas suspend sepihak yang dikenakan kepada tiga rekan mereka, hanya karena mereka mengirimkan karangan bunga sebagai bentuk refleksi atas kebijakan perusahaan (05/05/2025).

Tindakan ini bukan hanya merugikan individu yang terkena sanksi, tetapi juga mengusik nilai-nilai kesantunan dan keadilan sosial yang telah lama dijunjung tinggi oleh masyarakat Yogyakarta.

Budaya Santun Dibalas dengan Hukuman Tidak Manusiawi

Dalam kehidupan sosial masyarakat Yogyakarta, menyampaikan aspirasi dengan cara santun adalah bagian dari nilai luhur yang diwariskan turun-temurun. Mengingatkan dengan karangan bunga adalah bentuk kritik yang halus, beradab, dan tidak mengandung unsur provokasi. Namun, respons yang diberikan Grab justru mencerminkan sikap arogan yang jauh dari nilai demokrasi dan penghormatan terhadap kebebasan berpendapat. Suspend tanpa alasan yang jelas terhadap para driver telah menciptakan kemarahan yang tak terhindarkan.

Menurut Wuri Rahmawati, Ketua Asosiasi Driver Online Yogyakarta dari Forum Ojol Yogyakarta Bergerak (FOYB), tidak ada dasar hukum yang menyebutkan bahwa mengirim karangan bunga adalah tindakan ilegal. Namun, pihak Grab berdalih bahwa aksi ini mengganggu ketertiban dan dianggap sebagai bentuk penghasutan. Tuduhan tersebut tidak hanya lemah, tetapi juga mencerminkan bagaimana perusahaan gagal memahami etika dan budaya lokal.

"Kami selalu mengedepankan cara yang beradab dalam menyampaikan aspirasi, tapi yang kami dapatkan justru suspend sewenang-wenang. Jika tidak ada titik temu dalam dialog, maka bukan tidak mungkin kantor Grab akan menghadapi konsekuensi lebih besar," ujar Wuri dengan tegas.

Kesalahan Hukum yang Tidak Bisa Dibiarkan

Lebih dari sekadar keputusan manajemen yang arogan, tindakan suspend ini juga berpotensi melanggar hukum. Regulasi di Indonesia menjamin hak setiap warga negara untuk berserikat, berkumpul, dan mengemukakan pendapat. Dalam konteks transportasi online, aturan yang berlaku menegaskan bahwa perusahaan harus memiliki standar operasional yang jelas sebelum menjatuhkan sanksi terhadap mitra pengemudi.

Ketika kebijakan suspend dijatuhkan tanpa prosedur yang transparan, hal ini menunjukkan ketidakpedulian Grab terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Suspend yang tidak jelas batas waktunya juga menjadi ancaman bagi keberlangsungan ekonomi para pengemudi. Mereka kehilangan penghasilan, sementara di saat yang sama tetap harus memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

Semestinya pemerintah dan pemangku kebijakan setempat juga harus turun tangan untuk mencegah praktik semena-mena ini. Yogyakarta bukan hanya kota pariwisata, tetapi juga pusat pendidikan dan budaya. Jika pekerja transportasi online diperlakukan secara tidak adil, maka kehormatan masyarakat Yogyakarta pun ikut dipertaruhkan.

Jika Warga Yogyakarta Marah, Grab Bisa Kehilangan Izin Operasional

Masyarakat Yogyakarta bukan tipe yang diam ketika warganya diperlakukan dengan semena-mena. Jika Grab tidak segera menunjukkan itikad baik dengan mencabut suspend dan membuka ruang dialog yang adil, bukan tidak mungkin kantor aplikator ini akan disegel atau bahkan dibekukan operasionalnya. Warga Yogyakarta memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan keadilan, dan tindakan semena-mena seperti ini bisa menjadi pemicu amarah yang lebih besar.

Salah satu driver yang terkena suspend, Geger, menegaskan bahwa mereka akan kembali mencoba berdialog pada hari Senin. “Jika masih tidak ada kejelasan, maka kami akan menempuh jalur hukum. Tidak ada ruang bagi praktik sewenang-wenang di tanah Yogyakarta,” ujarnya.

Grab harus memahami bahwa Yogyakarta bukan sekadar pasar bisnis, tetapi kota yang memiliki identitas kuat dalam menghormati nilai-nilai keadilan dan kesantunan. Jika kesalahan ini tidak diperbaiki, konsekuensi besar bisa menanti.

( Pitut Saputra )
×
Berita Terbaru Update